Rabu, 10 Desember 2014

Ikan adalah Pangan Pokok, Mengapa Tidak?

                  Sebagai negara kepulauan yang luasan lautnya 75% dari luas wilayah negara, maka laut dan isinya sudah selayaknya menduduki posisi dan peran penting di negeri ini. Dari segi historis, berbagai Kerajaan besar yang tersebar di pelosok negeri umumnya berada di wilayah pesisir, dan menguasai lautan sebagai salah satu cara mempertahankan kedaulatannya.


Adalah Belanda yang kemudian melakukan politik pecah belah dan kemudian menggiring kita ke darat, sehingga laut dilupakan. Bahkan di berbagai tempat, laut kemudian disakralkan melalui berbagai mitos sedemikian rupa sehingga dijauhi. Akibatnya masih kita rasakan sampai sekarang. Meskipun negara ini telah dinyatakan secara yuridis sebagai negara kepulauan (UUD NKRI 1945 Ps 45A), orientasi pembangunan masih terasa belum memihak ke kelautan.

Perikanan sebagai salah satu hasil laut, telah menjadi tumpuan kehidupan masyarakat pesisir selama berabad-abad. Pada tahun 2013 tercatat sekitar 2,84 juta nelayan menggantungkan hidupnya dari laut dan perairan umum daratan. Bila ditambahkan dengan pembudidaya ikan (5,78 juta), pengolah dan pemasar, serta pekerja terkait maka perikanan menyerap 12,3 juta tenaga kerja. Dengan asumsi satu tenaga kerja menanggung 2 jiwa, maka lebih dari 36,5 juta jiwa bergantung pada perikanan.

Produksi perikanan (tangkap dan budidaya) pada tahun 2013 tercatat sebesar  11,4 juta ton ikan (tidak termasuk rumput laut) dengan nilai PDB lebih dari Rp 255 triliun. Sedangkan sebagai sumber devisa, perikanan menunjukkan neraca perdagangan yang positif yaitu USD 3,6 milyar pada tahun yang sama. Besaran angka-angka ini tentu tidak bisa diremehkan.


 

Ikan dalam ketahanan pangan

                  Bagi insan perikanan, Undang-undang nomer 18 tahun 2012 tentang Pangan memberikan arti yang sangat penting. Di dalam Undang-undang ini, secara jelas disebutkan bahwa produk hayati perikanan dan perairan adalah bagian dari Pangan. Sedangkan pelaku perikanan, yaitu Nelayan dan Pembudidaya ikan juga telah diakui mempunyai peran penting dan sudah tentu disejajarkan dengan pelaku produksi pangan lainnya.

Dengan demikian, kebijakan pangan ke depan dipastikan akan menyinggung tentang ikan dan para pelakunya mendapat perhatian yang sama dengan petani.  Ini merupakan kemajuan besar bila dibandingkan dengan Undang-undang tentang Pangan sebelumnya (UU nomor 7 tahun 1996). Rekan-rekan di DPR, terutama Komisi IV perlu mendapat apresiasi yang tinggi.

Sayangnya dalam peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke 19 tahun ini yang mengambil tema Inovasi Pangan, Energi dan Air untuk Daya Saing Bangsa, peran ikan sebagai bahan pangan masih terasa sangat diabaikan. Inovasi teknologi di bidang perikanan yang menghasilkan kenaikan produksi yang luar biasa, terutama perikanan budidaya, dalam beberapa tahun terakhir tidak tercatat, bahkan tidak disinggung sama sekali dalam pidato Menteri Riset dan Teknologi. 

Sebagai bahan pangan, ikan terbukti memberikan sumbangan yang tidak kecil dari sisi kuantitas maupun manfaatnya. Tingkat konsumi ikan secara nasional pada tahun lalu berada pada kisaran 35 kg/kap/tahun. Angka ini memang masih rendah bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand, dan perlu terus dinaikkan (ditargetkan menjadi 50kg/kap/tahun). Meskipun demikian, di balik angka ini sebenarnya ada data lain yang cukup menarik. 

Sumber protein kita umumnya berasal dari daging, ikan dan telur (hewani) serta kacang-kacangan, khususnya kedele (nabati). Data dari Susenas (sampai dengan Maret 2012) menunjukkan bahwa secara konsisten ikan merupakan penyumbang protein utama bagi penduduk Indonesia, berkisar antara 43-47%. Sedangkan bila dihitung terhadap protein hewani, maka kontribusi ikan sebesar 54-60%.

Kandungan nilai gizi ikan (terutama protein dan asam lemak omega 3) telah diakui oleh para ahli di dunia. Berbagai  studi menunjukkan bahwa kecerdasan anak semakin tinggi bila ibunya banyak mengonsumsi ikan selama masa kehamilan. Selain itu kita telah sering mendengar bahwa pada bangsa yang banyak mengonsumsi ikan (Jepang, Eskimo) prevalensi terhadap hipertensi dan penyakit jantung relatif rendah. Ikan adalah makanan yang sehat dan menyehatkan. 

UU no 18/2012 mendefinisikan Pangan Pokok sebagai Pangan yang diperuntukkan sebagai makanan utama sehari-hari sesuai dengan potensi sumberdaya dan kearifan lokal. Definisi ini harus segera disosialisasikan secara terus menerus sehingga tidak ada lagi perbedaan pemahaman yang sangat sektoral. Sebagai contoh, di dalam Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015 yang disusun oleh Bappenas, Pangan Pokok masih didefinisikan sebagai Pangan sumber karbohridrat yang sering dikonsumsi atau dikonsumsi secara teratur sebagai makanan utama, selingan, sebagai sarapan, atau sebagai makanan pembuka atau penutup. Dengan definisi ini, kalau kita makan tiga kali sehari dengan  kerupuk sebagai pendamping, maka sangat boleh jadi kerupuk adalah Pangan Pokok kita.


Melihat angka-angka di atas dan mencermati definisi Pangan Pokok dalam UU no 18/2012 maka sudah selayaknya ikan dianggap sebagai Pangan Pokok. Namun sangat disayangkan ketika kita berbicara masalah ketahanan pangan, ikan masih belum mendapat porsi sewajarnya dalam berbagai forum. Ketahanan pangan masih berpusat di sekitar sumber karbohidrat, dan terkadang daging ketika permintaan sangat tinggi seperti pada masa-masa hari raya keagamaan tertentu.

Fakta lain menunjukkan bahwa harga ikan per kilogramnya jauh lebih murah bila dibandingkan dengan daging, bahkan untuk ikan tertentu  masih lebih rendah daripada telur. Tentu ini tidak berlaku bagi ikan (misalnya tuna) untuk sashimi yang memang bukan makanan rakyat kebanyakan. Jadi, ketika kita diributkan oleh meroketnya harga daging sampai mendekati Rp 100rb per kilogram, maka sebenarnya tersedia bahan protein yang jauh lebih murah harganya dengan kandungan gizi setara bahkan lebih baik dalam beberapa hal, yaitu ikan. Sayanganya tidak semua mengetahui hal ini dan masih saja bertumpu pada daging sapi yang justru menggerus devisa kita untuk mengimpornya.


 

Masih ada kendala

                  Meskipun demikian, diakui bahwa penyediaan ikan di dalam negeri bukannya tanpa masalah. Perbedaan musim ikan dan masa tanam telah menyebabkan disparitas antara sentra produksi dan konsumen (termasuk industri pengolahan). Meskipun hal ini tidak pernah menyebabkan gejolak harga yang bikin hati ibu rumah tangga kebat-kebit, namun tetap harus diselesaikan terutama untuk daerah yang sangat memerlukan ikan sebagai bagian dari kearifan lokal atau keagamaan. Menjelang hari raya Imlek misalnya, pemintaan akan ikan bandeng melonjak tinggi.

Sebaliknya, pada musim ikan, harga menjadi sangat murah bahkan ikan terkadang tidak dihargai dan terbuang percuma.  Selain itu, ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah busuk (highly perishable), karena itu dibutuhkan penanganan yang tepat dan segera. Maka pengembangan sistem logistik ikan nasional, termasuk penyediaan gudang pendingin dan sarana transportasi, menjadi penting. 

Masalah keamanan konsumsi ikan juga sering menarik perhatian. Sebagaimana terjadi di bahan pangan lainnya, mengatasi penggunaan bahan tambahan makanan ilegal (formalin, boraks) masih menjadi pekerjaan rumah. Selain itu, beberapa negara importir masih mewaspadai ikan kita yang diduga mengandung cemaran logam berat, utamanya merkuri dan timbal, baik dari lokasi penangkapan maupun budidaya.

Hal-hal di atas menghajatkan adanya Manajemen Rantai Pasok Hasil Perikanan (MRP-HP) sejalan dengan pasal 48 ayat 1a UU no 18/2012 yang mengamanahkan pengembangan Sistem Distribusi Pangan. Pengembangan MRP-HP ini akan mencakup penanganan arus barang (dalam hal ini ikan), arus informasi dan arus jasa (uang) dari titik paling awal sampai ke titik paling akhir dan sebaliknya, dalam satu kesisteman. Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) dengan demikian menjadi komponen penting di dalam MRP-HP.


Secara keseluruhan, tulisan ini mengajak pembaca dan Lembaga Pangan yang akan dibentuk (amanah UU 18/2012 Pasal 126) untuk mengubah paradigma berpikir tentang pangan. Rakyat kita tidak hanya membutuhkan beras, namun juga protein sebagai bahan pangan. Ikan adalah Pangan Pokok dan mari kita rumat bersama untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan dengan berdasarkan pada Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan.

                 

--0--

Memperkuat Jaminan Mutu Hasil Perikanan

Pangan yang aman, sehat dan berkualitas telah menjadi tuntutan konsumen, utamanya di pasar internasional yang persyaratannya semakin ketat. ...