Pertumbuhan budidaya perikanan
telah berlangsung secara luar biasa, baik di dunia maupun Indonesia. Data resmi terakhir FAO menunjukkan bawah
produksi ikan dunia saat ini telah mencapai 145,1 juta ton, yang merupakan
peningkatan sebesar sekitar 11,2 juta ton dibandingkan tahun 2005. Selama kurun
waktu tersebut produksi perikanan tangkap berada di angka sekitar 90 juta ton
per tahun, yang berarti kenaikan produksi lebih banyak ditopang oleh budidaya.
OECD dan FAO meramalkan bahwa
pada tahun 2020 produksi perikanan dunia akan mencapai 164 juta ton, terdiri
dari sekitar 90 juta ton perikanan tangkap dan 74 juta ton perikanan budidaya. Input
terpenting dalam produksi perikanan budidaya adalah pakan yang bahan baku utamanya
adalah tepung ikan yang penggunaannya telah mengalami pergeseran luar biasa. Pada
tahun 1960 perikanan budidaya nyaris tidak menggunakan tepung ikan (umumnya
digunakan untuk pakan ayam dan babi), namun pada tahun 1980 telah menggunakan 10%
dari produksi tepung ikan dunia, menjadi 33% pada 2000, dan melonjak menjadi
73% pada 2010. Angka ini diprediksi akan mencapai 80% di tahun 2012 ini.
Produksi tepung ikan dunia saat
ini berkisar di angka 6-7 juta ton, 4,7-4,8 juta ton di antaranya berasal dari
ikan utuh, dengan Peru sebagai produsen utama (sekitar 1,4 juta ton). Selain
dari ikan utuh, tepung ikan juga diproduksi dari limbah pengolahan ikan. Produksi
tepung ikan tahun ini diperkirakan tidak akan melebihi produksi 2011. China
tetap merupakan negara terbesar pengguna tepung ikan dunia, yaitu 1,52 juta
ton, mayoritas berasal dari impor (1,3 juta ton). Ini bisa dimaklumi mengingat
China sampai saat ini tetap merupakan produsen ikan budidaya terbesar di dunia.
Bagaimana dengan Indonesia?
Menurut Gabungan Pengusaha
Makanan ternak (GPMT) Indonesia membutuhkan 150rbton tepung ikan setiap
tahunnya, dan diprediksi setiap tahunnya mengalami kenaikan 10-15%. Dengan
produksi lokal yang hanya sekitar 45rb ton, maka Indonesia harus mengeluarkan
devisa yang tidak sedikit untuk mengimpor tepung ikan yang harganya (per 11
Juni 2012) dapat mencapai USD 1400-1500 per ton (FOB, ex Peru). Impor bahan
baku pakan ikan (utamanya tepung ikan) setiap tahunnya mencapai 35% dari total
impor perikanan.
Penggunaan ikan tangkap sebagai
bahan baku tepung telah lama menjadi kontroversi dan perdebatan oleh para ahli.
Tahun lalu ikan laut yang digunakan untuk memproduksi tepung ikan diperkirakan
sekitar 21 juta ton. Jumlah ini dipandang terlalu tinggi dan seharusnya bisa
dipakai untuk memberi makan jutaan penduduk dunia. Para ahli juga banyak
mendiskusikan rasio ikan sebagai bahan pakan dan hasilnya (Fish in Fish out). Dikatakan bahwa penggunaan ikan sebagai bahan pakan
ikan adalah tidak efisien, bahkan cenderung merugikan. Kenapa? Karena tidak ada
jenis pakan yang menghasilkan ikan dengan bobot yang sama dengan pakan yang
digunakan. Artinya 1 kg tepung ikan tidak akan menghasilkan 1 kg ikan (bahkan
hanya berkisar 0,1-0,5kg untuk ikan karnivora). Ini dipandang sebagai kerugian,
serta dapat membahayakan keberlanjutan (sustainability)
perikanan yang digunakan sebagai bahan baku tepung ikan. Penggunaan tepung ikan
dalam budidaya perikanan Tentu saja hal ini dibantah oleh pihak industri tepung
ikan, yang diwakili oleh International Fishmeal and Fish Oil Organisaton (IFFO).
Selain memberikan argumentasi untuk mendukung bahwa efisiensi penggunaan tepung
ikan tidak sejelek yang diklaim, IFFO juga membuat skim sertifikasi untuk
menjamin bahwa ikan yang digunakan berasal dari perikanan yang dikelola berdasarkan
FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries, bukan dari IUU, dan tidak
menggunakan limbah dari ikan yang dilindungi, melalui IFFO Global Standard for
Responsible Supply. IFFO mengklaim bahwa 27% dari tepung ikan dunia telah lolos
standar ini.
Terlepas dari hal di atas,
penggunaan ikan utuh untuk memproduksi tepung ikan memang menunjukkan
kecenderungan menurun, yang berarti ketersediaan tepung ikan akan tidak
mencukupi kebutuhan. Maka cepat atau lambat tepung ikan akan menjadi pembatas
dalam perikanan budidaya dan kita akan masuk ke dalam situasi yang oleh para
ahli disebut Perangkap Tepung Ikan (Fishmeal Trap). Indonesia yang bertekad
meningkatkan perikanan budidaya harus segera mengambil langkah-langkah
antisipatif, antara lain:
Pertama budidaya hendaknya tidak difokuskan kepada ikan karnivora
atau lebih banyak menggunakan jenis ikan yang tingkat ketergantungannya pada
tepung ikan rendah, seperti ikan dengan tingkat trofik rendah. Riset harus
dapat menghasilkan jenis ikan unggul seperti ini, serta menghasilkan formula
pakan dengan Feed Conversion Ratio (FCR) tinggi. Kedua menyubstitusi tepung dari ikan utuh dengan tepung dari limbah
pengolahan ikan dan peternakan, atau sumber protein non konvensional lainnya
(tumbuhan, mikrobia, bahkan keong mas). Riset pakan berbahan baku lokal harus
lebih fokus dan terintegrasi dengan usaha budidaya itu sendiri. Ketiga budidaya secara organik harus
terus dikembangkan dalam skala massal diikuti dengan kampanye efek positif
praktik ini terhadap lingkungan.
1 komentar:
"PENTA-ASTRA, INC." (As PAI) 'd like to install the production line in Indonesia re. the fish meal production . If you are able to advise us the location/partner, 'd appreciate that highly . Thank you in advance . Viber(+82-10-50 98-55 10) Line(subrosaoh
Posting Komentar