Rabu, 27 Februari 2013

Sampai kapan tergantung pada tepung ikan ?





Pertumbuhan budidaya perikanan telah berlangsung secara luar biasa, baik di dunia maupun Indonesia.  Data resmi terakhir FAO menunjukkan bawah produksi ikan dunia saat ini telah mencapai 145,1 juta ton, yang merupakan peningkatan sebesar sekitar 11,2 juta ton dibandingkan tahun 2005. Selama kurun waktu tersebut produksi perikanan tangkap berada di angka sekitar 90 juta ton per tahun, yang berarti kenaikan produksi lebih banyak ditopang oleh budidaya. 
OECD dan FAO meramalkan bahwa pada tahun 2020 produksi perikanan dunia akan mencapai 164 juta ton, terdiri dari sekitar 90 juta ton perikanan tangkap dan 74 juta ton perikanan budidaya. Input terpenting dalam produksi perikanan budidaya adalah pakan yang bahan baku utamanya adalah tepung ikan yang penggunaannya telah mengalami pergeseran luar biasa. Pada tahun 1960 perikanan budidaya nyaris tidak menggunakan tepung ikan (umumnya digunakan untuk pakan ayam dan babi), namun pada tahun 1980 telah menggunakan 10% dari produksi tepung ikan dunia, menjadi 33% pada 2000, dan melonjak menjadi 73% pada 2010. Angka ini diprediksi akan mencapai 80% di tahun 2012 ini. 
Produksi tepung ikan dunia saat ini berkisar di angka 6-7 juta ton, 4,7-4,8 juta ton di antaranya berasal dari ikan utuh, dengan Peru sebagai produsen utama (sekitar 1,4 juta ton). Selain dari ikan utuh, tepung ikan juga diproduksi dari limbah pengolahan ikan. Produksi tepung ikan tahun ini diperkirakan tidak akan melebihi produksi 2011. China tetap merupakan negara terbesar pengguna tepung ikan dunia, yaitu 1,52 juta ton, mayoritas berasal dari impor (1,3 juta ton). Ini bisa dimaklumi mengingat China sampai saat ini tetap merupakan produsen ikan budidaya terbesar di dunia. Bagaimana dengan Indonesia?
Menurut Gabungan Pengusaha Makanan ternak (GPMT) Indonesia membutuhkan 150rbton tepung ikan setiap tahunnya, dan diprediksi setiap tahunnya mengalami kenaikan 10-15%. Dengan produksi lokal yang hanya sekitar 45rb ton, maka Indonesia harus mengeluarkan devisa yang tidak sedikit untuk mengimpor tepung ikan yang harganya (per 11 Juni 2012) dapat mencapai USD 1400-1500 per ton (FOB, ex Peru). Impor bahan baku pakan ikan (utamanya tepung ikan) setiap tahunnya mencapai 35% dari total impor perikanan.  
Penggunaan ikan tangkap sebagai bahan baku tepung telah lama menjadi kontroversi dan perdebatan oleh para ahli. Tahun lalu ikan laut yang digunakan untuk memproduksi tepung ikan diperkirakan sekitar 21 juta ton. Jumlah ini dipandang terlalu tinggi dan seharusnya bisa dipakai untuk memberi makan jutaan penduduk dunia. Para ahli juga banyak mendiskusikan rasio ikan sebagai bahan pakan dan hasilnya (Fish in Fish out). Dikatakan bahwa penggunaan ikan sebagai bahan pakan ikan adalah tidak efisien, bahkan cenderung merugikan. Kenapa? Karena tidak ada jenis pakan yang menghasilkan ikan dengan bobot yang sama dengan pakan yang digunakan. Artinya 1 kg tepung ikan tidak akan menghasilkan 1 kg ikan (bahkan hanya berkisar 0,1-0,5kg untuk ikan karnivora). Ini dipandang sebagai kerugian, serta dapat membahayakan keberlanjutan (sustainability) perikanan yang digunakan sebagai bahan baku tepung ikan. Penggunaan tepung ikan dalam budidaya perikanan Tentu saja hal ini dibantah oleh pihak industri tepung ikan, yang diwakili oleh International Fishmeal and Fish Oil Organisaton (IFFO). Selain memberikan argumentasi untuk mendukung bahwa efisiensi penggunaan tepung ikan tidak sejelek yang diklaim, IFFO juga membuat skim sertifikasi untuk menjamin bahwa ikan yang digunakan berasal dari perikanan yang dikelola berdasarkan FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries, bukan dari IUU, dan tidak menggunakan limbah dari ikan yang dilindungi, melalui IFFO Global Standard for Responsible Supply. IFFO mengklaim bahwa 27% dari tepung ikan dunia telah lolos standar ini.
Terlepas dari hal di atas, penggunaan ikan utuh untuk memproduksi tepung ikan memang menunjukkan kecenderungan menurun, yang berarti ketersediaan tepung ikan akan tidak mencukupi kebutuhan. Maka cepat atau lambat tepung ikan akan menjadi pembatas dalam perikanan budidaya dan kita akan masuk ke dalam situasi yang oleh para ahli disebut Perangkap Tepung Ikan (Fishmeal Trap). Indonesia yang bertekad meningkatkan perikanan budidaya harus segera mengambil langkah-langkah antisipatif, antara lain:
Pertama budidaya hendaknya tidak difokuskan kepada ikan karnivora atau lebih banyak menggunakan jenis ikan yang tingkat ketergantungannya pada tepung ikan rendah, seperti ikan dengan tingkat trofik rendah. Riset harus dapat menghasilkan jenis ikan unggul seperti ini, serta menghasilkan formula pakan dengan Feed Conversion Ratio (FCR) tinggi. Kedua menyubstitusi tepung dari ikan utuh dengan tepung dari limbah pengolahan ikan dan peternakan, atau sumber protein non konvensional lainnya (tumbuhan, mikrobia, bahkan keong mas). Riset pakan berbahan baku lokal harus lebih fokus dan terintegrasi dengan usaha budidaya itu sendiri. Ketiga budidaya secara organik harus terus dikembangkan dalam skala massal diikuti dengan kampanye efek positif praktik ini terhadap lingkungan.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

"PENTA-ASTRA, INC." (As PAI) 'd like to install the production line in Indonesia re. the fish meal production . If you are able to advise us the location/partner, 'd appreciate that highly . Thank you in advance . Viber(+82-10-50 98-55 10) Line(subrosaoh

Memperkuat Jaminan Mutu Hasil Perikanan

Pangan yang aman, sehat dan berkualitas telah menjadi tuntutan konsumen, utamanya di pasar internasional yang persyaratannya semakin ketat. ...