Ikan patin merupakan salah satu ikan
domestik yang sangat potensial dikembangkan secara massal di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan sejak tahun
1980-an, dimulai dari penelitian sampai pengembangan industri hilir akhir-akhir
ini. Namun demikian, ternyata potensi tersebut belum dapat diaktualisasikan
sebagaimana diharapkan. Vietnam sebagai
negara “patin” di dunia, telah semakin menguasai pasar dunia (termasuk
Indonesia), padahal jejak Vietnam dalam industri patin tidak berbeda banyak
dengan Indonesia. Apa masalahnya?
Sebagaimana
galibnya sebuah kegiatan bisnis, industri patin dihadapkan pada beberapa hal pokok,
yang pada intinya adalah berkisar di urusan efisiensi dan fokus kepada konsumen.
Pertama adalah bagaimana sebuah industri komoditas hidup seperti
patin dapat menekan biaya produksi (dalam hal ini pakan) dengan tidak
mengorbankan kualitas. Masalah ini masih belum sepenuhnya teratasi di budidaya
patin Indonesia. Biaya pakan masih mahal dan menduduki porsi sampai dengan 70%
ongkos produksi, sehingga ikan patin
Indonesia tidak bisa bersaing dengan patin impor (harga patin lokal Rp
12.500-15.000/kg sedangkan patin Vietnam Rp 9.000-10.000/kg).
Kedua, di dalam mengolah produk biologi seperti
patin yang sangat mudah rusak (highly
perishable) maka jarak antara sumber bahan baku dan unit pengolahan menjadi
sangat penting dalam menjaga kontinyuitas dan kualitas suplai bahan baku. Tahun
lalu produksi patin kita sekitar 157 ribu ton, dan 83% diproduksi di Sumatera
(terutama Sumatera Selatan dan Riau), dan 10% di Kalimantan. Maka sudah
selayaknya industri pengolahan dibangun di Sumatera, bukan di Jawa yang
produksinya hanya 8 ribu ton (saat ini
terdapat 7 unit pengolahan di Jawa dengan kebutuhan bahan baku 87 ton per hari).
Budidaya dan pengolahan patin harus dapat diintegrasikan.
Ketiga, di dalam pengolahan filet patin,
hanya 30-35% porsi badan yang digunakan, sisanya adalah limbah. Tanpa
memanfaatkan limbah yang sedemikian besar, maka semua ongkos produksi akan
menjadi beban produk utama. Kembali harga produk akan tidak dapat bersaing. Zero waste product perlu diupayakan.
Keempat, berbeda dengan gadget yang akan selalu diserap oleh pasar, komoditas perikanan
hanya akan dipilih konsumen bila sesuai dengan seleranya. Maka riset pasar
menjadi sangat penting untuk mengetahui selera dan kebutuhan pasar. Know your customer harus dijadikan
sikap.
Empat hal di atas-lah
yang menjadi kunci sukses industri patin Vietnam, meskipun diakui ada peran
besar pemerintah dalam hal ini, misalnya melalui berbagai subsidi. Kalau dulu
mereka belajar dari kita, bahkan konon ikan patin mereka pun dari kita, kini
kita-lah yang perlu belajar banyak dari mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar